"Everything has been figured out, expect how to live"
Jean-Paul Sartre

Jan 9, 2013

Seksi dan Seksualisasi


Heyhooo, this is the first post. :)

Tulisan perdana ini bersumber dari artikel Psychology Today yang berjudul “Pornography for Tweens, at a Mall Near You!” dan ditulis oleh  Eileen Kennedy-Moore, Ph.D. 
Anyway artikel aslinya bisa dilihat disini 

Moore menulis artikel ini setelah saudara iparnya bercerita bahwa dia (yang waktu itu sedang kebetulan jalan-jalan di sebuah pusat perbelanjaan bersama dengan anaknya yang berusia 12 tahun) melihat sebuah poster iklan yang menurutnya vulgar.

Mengutip artikel aslinya Moore mendeskripsikan poster tersebut dengan,
“My sister-in-law sent me a photo of the poster, which shows a fully naked young man standing behind a topless young woman. She is bending forward, and his genitals are pressed against her buttocks. He appears to be wearing a mask over his eyes. Her head is not visible, because it's cut off in the photo. They are both pulling down her skin-tight jeans, which are below her hips in front and half-way down her buttocks in back..” 
Protes berbentuk petisi langsung dilayangkan oleh saudara ipar Moore untuk melarang diterbitkannya iklan tersebut.

Pada artikel ini kemudian dibahas mengenai iklan-iklan lain yang berbau seksual dan dinilai tidak layak untuk ditampilkan apalagi untuk anak di bawah umur.
Mike Jeffries
Dalam sebuah wawancara oleh Saloon.com (2006), Mike Jeffries yang merupakan CEO dari A&F (perusahaan yang menayangkan iklan tersebut) menyatakan bahwa perusahaannya ingin menciptakan kesan seksi dan pengalaman emosional pada pelanggan di tokonya. 

Moore menyatakan ketidaksetujuannya bahwa iklan tersebut adalah tentang seksualitas yang sehat dan (harusnya) merupakan hal yang menyenangkan bagi orang umumnya.

Menurut Moore, iklan tersebut justru tentang seksualisasi (sexualization) yang merujuk pada cara kita memandang orang yang menurunkan derajat kemanusiaannya untuk penggunaan hal-hal berbau seksual.

Moore juga mengatakan bahwa iklan tersebut mengatakan pada anak anak bahwa, “Menjadi seksual adalah membeli baju-baju mahal, memiliki tubuh yang kurus (bagi perempuan) atau berotot (bagi laki-laki) dan terlibat dalam perilaku intim di depan umum.” dan tidak ada sesuatu yang ‘sehat’ yang terdapat dalam pesan tersebut.

Sebuah laporan yang diterbitkan oleh APA (American Psychological Association) tentang seksualisasi remaja perempuan menyatakan bahwa menjadikan remaja perempuan atau perempuan dewasa sebagai objek seksualisasi memiliki konsekuensi yang sangat buruk, antara lain:

“Seksualisasi perempuan menyebabkan menurunnya tingkat keberhargaan diri, mood negatif, dan gejala depresi pada remaja perempuan dan perempuan muda. Hubungan ini sudah diteliti pada setidaknya lima studi korelasional dan banyak eksperimen, hasilnya menunjukkan hubungan sebab-akibat yang nyata.” (hal.24)

“...Bukti empiris yang kuat menunjukkan bahwa tampilan ideal mengenai ketertarikan seksual di media terhubung dengan meningkatnya rasa tidak puas terhadap tubuh pada remaja perempuan dan perempuan muda.” (hal.22)

“...Tampilan pornografi menyebabkan menurunnya tingkat penilaian laki-laki terhadap bagimana menariknya pasangan mereka dan menunjukkan meningkatnya keinginak untuk melakukan hubungan seks tanpa ikatan emosional.” (hal.28)

Beberapa pernyataan lain mengenai konsekuensi paparan seksualitas ini tidak gue tampilkan karena merupakan data statistik dari percobaan di Amerika yang belum tentu sesuai dengan hasil eksperimen di Indonesia.

Kalau pendapat yang berkembang di masyarakat pornografi adalah tentang melakukan aktivitas seksual di muka umum atau menunjukkan alat kelamin di muka umum (itu masuk dalam kelainan seksual, sebenarnya) menurut gue pornografi jauh lebih luas dari itu.

Kalimat yang menarik perhatian gue dari artikel itu adalah : "Pornography is not really about body parts; it's about an attitude of degradation, lurid titillation, and dehumanization.."

Tidak ada yang salah dengan aktivitas seksual atau pendidikan seksual (kita sama sama mengetahui bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia belum menginjinkan adanya pendidikan seks di sekolah) yang salah adalah sikap dan cara orang atau iklan (?) berfikir dan menunjukkan apa itu seksualitas pada masyarakat, terutama remaja.